Bagaimana Philosophy Gang Menjadi Album Paling Nyentrik di Zamannya

Setelah La Munai Records merilis ulang album Philosophy Gang dari grup musik The Gang of Harry Roesli dalam format piringan hitam, kini album yang sama juga dirilis dalam format CD. Rekaman ini merupakan album perdana The Gang of Harry Roesli yang pernah dirilis oleh label rekaman asal Singapura pada tahun 1973.

Album Philosophy Gang pertama kali dirilis oleh Lion Records pada tahun 1973, tetapi album itu tidak dijual secara umum. Hanya beredar terbatas dan tergolong langka di pasaran, sehingga menjadi collector’s item yang penting serta banyak diburu oleh kolektor rekaman.

44 tahun kemudian, tepatnya 17 Maret 2017, album yang bak harta karun ini akhinya dirilis ulang oleh La Munai Records dalam format piringan hitam, disusul dengan format CD sekitar dua bulan setelahnya. Pertengahan tahun 2020, album ini turut diedarkan secara luas oleh jaringan distribusi demajors.

“Ini bukan semata-mata untuk memenuhi demand saja, dirilisnya piringan hitam dan CD ini juga bertujuan untuk memperluas informasi bahwa Indonesia punya musisi jenius seperti Harry Roesli dan album ini,” kata Rendi Pratama dari La Munai Records.

Untuk format CD album Philosophy Gang resmi dirilis pada 25 Mei 2017. Album ini tidak hanya diedarkan di pasar Indonesia, tapi juga akan didistribusikan ke Jepang. Melengkapi versi rilisan fisik, album ini juga dapat diakses secara digital melalui berbagai layanan music streaming.

“Agar penikmat musik, terutama anak muda, bisa tahu akan keberadaan album-album Indonesia di masa lalu, termasuk album Philosophy Gang ini,” imbuh Rendi Pratama kepada Kompas.

Dalam rangka program rilis ulang album bersejarah ini, La Munai Records bekerjasama dengan Irama Nusantara, sebuah lembaga kolektif yang bergerak di bidang pengarsipan musik. Kerjasama ini untuk melahirkan sebuah film dokumenter tentang kisah di balik album ini. Film yang diberi judul Your Fantasy Right Here itu digarap tiga tahun silam.

Anak Harry, Lahami Khrisna Parana, mengatakan bahwa dirilis ulangnya album ini bertujuan untuk kembali mengaungkan nama Harry Roesli di kalangan anak muda. Rencana itu, lanjut Lahami, sudah ada sejak 2014 lalu hingga La Munai dipilih pihak keluarga untuk memproduksi kembali “harta karun” yang lama terpendam ini.

“Kami disamperin oleh Rendi Pratama dan dia menawarkan. Keluarga memutuskan untuk menyerahkan itu kepada La Munai,” ujar Lahami kepada Kompas.com dalam wawancara terbatas di SAE Institute, Pejaten Raya, Jakarta Selatan, tiga tahun silam.

“Alasan kenapa rilis vinyl? Kami ingin kayak awalannya dirilis, vinyl juga. Kalau rilisan orisinal gitu, ya harus gitu juga. Jadi tidak hanya menghargai memori saja, tapi fisiknya juga,” lanjutnya.

The Gang of Harry Roesli mulanya hanyalah proyek suka-suka. Tak ada niat untuk lebih serius menggarapnya.

Proyek musik pertama Harry Roesli lahir kala ia mendirikan The Gang of Harry Roesli. Saat itu, ia sedang menempuh perkuliahan di ITB. Mendiang Harry Roesli adalah vokalis dan pengisi instrumen musik bas, gitar, dan perkusi. Dia ditemani oleh Albert Warnerin (gitar, perkusi, vokal), Janto Soedjono (drum, perkusi), Indra Rivai (organ, piano, perkusi), Harry Pochang (harmonika, perkusi, vokal), dan Dadang Latief (gitar akustik, funny maker).

Konon, The Gang of Harry Roesli mulanya hanyalah proyek suka-suka. Tak ada niat untuk lebih serius menggarapnya.

“Dulu kita suka nyanyi-nyanyi bareng aja. Terus, jadilah The Gang of Harry Roesli ini,” ujar Pochang, seperti dikutip Gatra dalam artikel “Pergelaran Reuni Mengenang Harry”.

Lambat laun, seperti diwartakan Kompas dalam artikel berjudul “Menyimak Kembali Harry Roesli” (2017), kesukaan itu berbuah album. Pada 1973, mereka merilis Philosophy Gang. Album ini memuat tujuh komposisi, lima di antaranya ditulis Harry dan dua yang lainnya dibikin Albert.

Philosophy Gang berisi tujuh buah lagu. Untuk Side A berisi tiga lagu, yakni “Peacock Dog”; “Roda Angin”; dan “Don”t Talk About Freedom”. Sedangkan Side B berisi empat lagu, yakni “Borobudur”; “Imagine (Blind)”; “Malaria”; dan “Roses”.

Menurut ulasan Tirto, Lewat Philosophy Gang kita diperlihatkan betapa mahir dan jeniusnya Harry memadukan rock dengan blues, funk, dan jazz. Kombinasi tersebut melahirkan nomor-nomor yang bernas macam “Don’t Talk About Freedom,” sebuah komposisi panjang hampir sembilan menit yang tersusun atas solo keyboard yang mematikan, ketukan perkusi yang gemulai, hingga raungan gitar dan tiupan harmonika yang saling bersautan. Hasilnya? Magis!

Sementara di “Peacock Dog,” Harry lebih sableng lagi. Di bagian pembuka, ia memainkan rock serupa Yes atau King Crimson. Namun, tiba-tiba saja, di tengah lagu—dan pada bagian melodi—ia mengubah warna musiknya menjadi jazz fusion yang ritmis lagi seksi.

Di album ini, Harry Roesli dkk memangg menggabungkan berbagai kecenderungan musik. Ada rock, funk, folk ,blues dan R&B, serta unsur jazz. Harry Roesli dkk tampaknya tak ingin terkotak dalam satu genre musik. Dia ingin bebas memainkan apa yang disukainya.

“Harry selalu menekankan buat musik yang di luar pasar, harus sesuai selera musikmu. Bapak enggak pernah ajarin musik yang enggak kau suka, harus yang kamu suka.”

Dua personel yang masih hidup sampai saat ini adalah Indra Rivai dan Harry Pochang. Indra mengenang proses produksi yang memakan waktu lima hari saja dan menumpuknya piringan hitam lantaran tidak jadi diperjual-belikan karena sebuah alasan tertentu.

“Prosesnya kelar lima hari waktu itu. Hasilnya jadi, ada ratusan. Itu piringan hitam numpuk di kolong kasur saya bagi-bagiin. Tapi, saat animo anak muda menyukai karya kami itu saya sudah tidak punya piringan hitam. Saya minta anak untuk cari dan dapat, nebus [beli] Rp.900.000,” kata Indra. “Kami ingin ada perbendaharaan di musik. Yang penting generasi sekarang tahu musiknya Harry Roesli. Dulu tahun 1973 untuk karya yang nyentrik itu sudah ada di zaman Harry Roesli,” kata Pochang menambahkan. “Harry selalu menekankan buat musik yang di luar pasar, harus sesuai selera musikmu. Bapak enggak pernah ajarin musik yang enggak kau suka, harus yang kamu suka.”

Album ini bisa didapatkan melalui situs demajors.com, demajors App, maupun di seluruh jaringan (at)demajors.

About Demajors News

Editorial Board at Demajors News Room.

View all posts by Demajors News →